Gundah masih menyelimuti hati ini, minggu kedua menjalani
kehidupan berumah tangga, rasa khawatir itu mulai muncul, khawatir akan
mengecewakan mertua, takut, tidak sepaham, takut membuat suami merasa tidak
ter-urus dan sebagainya.
Begitu banyak ketakutan yang memenuhi kepala ini,
menyesakkan dada. Aktivita dikantor menyita hampir separuh dari waktu
produktif yang saya punya, dan hanya
pada malam hari saja saya bisa berbincang-bincang dengan mertua, dan itupun
kalau pulangnya cepat, beban
moral yang menghantui, merasa tidak berdaya sama sekali ketika rasa bersalah
itu menyeruak. Hanya dengan
menangis satu-satunya cara yang membuat
saya sedikit lega. Setidaknya rasa sesak
sedikit berkurang. Tapi itu tidak cukup, usaha sekeras apapun yang saya lakukan
rasanya belum mebuahkan hasil, mungkin ini yang orang-orang sebut, “perempuan
harus mempunyai segudang stock kesabaran
dan tidak boleh habis,” beradaptasi, memarginalkan segala hal yang baru,
dan banyak hal lainnya. Kebiasaan dan adat baru yang harus saya sesuaikan, baru
kali ini saya merasakan perasaan segundah ini. Ketakutan ini mungkin sangat
berlebihan. Tapi tak tahu harus seperti apa lagi. Berjuang lebih keras dan
bersabar, itu saja yang bisa saya lakukan.
Sosok lelaki yang biasanya berhasil membuat saya nyaman
pun tidak berhasil menyelamatkan kondisi saya saat ini. “maafkan saya yang
terlalu rapuh,” tapi dia masih mempercayai bahwa saya pasti bisa melewati semua
ini bersama dia saat ini.
Rasa sayang saya bukan hanya untuk suami saya, tapi juga
untuk sang ibu mertua yang sudah memberikan saya nasihat-nasihat berumahtangga.
“jadi rindu dengan bunda.” Jujur saja pernikahan saya ini adalah moment yang
paling saya tunggu. Bahagia bisa bersama
dengan seorang laki-laki yang insyaAllah akan bertanggung jawab dan
menyayangi. Bahagia karena saya bisa
mendapatkan orang tua yang baik dan disiplin. Dan bahagia karena saya akhirnya
bisa mendapatkan kakak perempuan. Setelah 23 tahun menjadi kakak. Akhirnya saya
jadi adik, bayangan mempunyai kakak perempuan, bisa berbagi banyak hal, sharing
hal-hal baru yang saya temukan diluar sana. J
Memang tidak mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang benar-benar baru, apa lagi langsung berada dalam satu atap. Banyak hal
yang harus dikompromikan, banyak hal yang harus dipelajari dan sebagainya. Saya
termasuk orang yang sangat suka berdiam diri. Sangat timpang dengan konsep
sosialisasi yang harus saya pelajari, otakku tiap hari berusaha mencari
kosakata yang menarik untuk diperbincangkan dengan mertua, atau pertanyaan apa
yang kira-kira dapat memancing pembicaraan yang panjang untuk saya dan mertua.
Tapi selalu saja tidak berhasil, Ya Rabb. L
Tapi saya percaya Allah selalu menemani hamba-Nya, tidak
pernah meninggalkannya, saya percaya one
day akan ada saatnya saya bisa memahami kondisi yang saat ini serbasalah.
Tidak ada satupun masalah yang tidak diberikan jalan keluar, kesabaran pasti
berbuah manis. Saya hanya perlu sedikit berusaha lagi dan tentunya do’a dan
kesabaran dalam menanti saat itu.
One
day….
Saya mulai membulatkan tekad untuk mencoba hal-hal yang
lain yang belum saya coba untuk masuk kedalam lingkungan baru saya, meskipun
masih sangat was-was. Allah telah mengirimkan malaikat kedua yang senantiasa
menjaga dan menguatkan saya ketika mulai lunglai. “kita baru sama-sama belajar,
sabar saja yah…semua akan baik-baik saja.”
Katanya, sambil menggenggam erat tangan saya. Mencoba meyakinkan saya. “thank’s a lot honey.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar