everything begining from here

everything begining from here

Jumat, 29 Oktober 2010

Kurebut Cintaku Kembali


Aku dibesarkan dalam sebuah keluarga kecil hanya ada aku, bunda dan ayah saja. bunda bekerja sebagai Bidan dan memiliki usaha di beberapa daerah dikotaku sedangkan ayah adalah dosen terbang disalah satu perguruan tinggi swasta. Kesibukan mereka kadang membuatku merasa tersisihkan, walaupun kutahu sebenarnya mereka tidak berniat seperti itu. Mereka hanya ingin kebutuhanku terpenuhi dan tidak kurang satu apapun. Namun kadang aku membutuhkan lebih dari pemenuhan materi, aku juga butuh perhatian mereka, aku butuh teman yang bisa ku ajak diskusi berbagai masalah saat dirumah, walaupun aku memiliki sahabat-sahabat yang salalu setia menemaniku saat aku  kesepian, namun mereka tetaplah orang asing yang tidak semua dapat tau tentang kehidupanku. aku akhirnya tumbuh menjadi anak yang pendiam dan terkesan tertutup, menjadi tempat sahabat-sahabatku mencurahkan keluh kesahnya, aku sendiri paling hanya sekedar meminta saran tentang sesuatu yang tidak terlalu pribadi sifatnya. Aku tidak terbiasa menyatakan apa yang kurasakan kepada orang lain. Karena aku sudah terbiasa menyimpannya sendiri, dimana hanya aku dan Allah saja yang mengetahuinya. Aku ingin orang tuaku mengenal aku lebih jauh lagi, apa aku ini termasuk anak yang tidak tahu diri dan terkesan banyak tuntutan?
Dari segi materi maungkin orang-orang menganggapku adalah anak yang sangat beruntung karena terlahir di keluarga yang Alhamdulillah berkecukupan bahkan lebih. Namun kadang aku tidak sepaham dengan mereka. Aku ini anak yang kesepian, tidak diperdulikan dan tidak pernah memiliki waktu yang banyak untuk sekedar bercengkrama dengan bunda dan ayah. Bahkan untuk mengambil raporku selama aku sekolah mereka mengutus bibi atau pamanku yan mengambilkannya untukku. Mereka hanya memonitoring dari jauh saja. “bunda…ayah…aku juga ingin seperti anak-anak yang lain, yang mendapat peluk dan kecupan dari kedua orang tuanya ketika mereka mendapatkan nilai bagus dan menjadi juara kelas.” Air  mataku terjatuh dan lagi-lagi kesedihan ini kusimpan sendiri. Namun itu tidak lantas membuat aku menyerah untuk merebut kembali perhatian kedua orang tuaku. Aku terus berusaha belajar dan menjadi juara kelas, berbagai perlombaan antar pelajar yang aku ikuti dan menjadi juara (Alhamdulillah…) berharap mereka bisa datang melihatku menerima penghargaan dari salah satu perlombaan yang aku menangkan, dan akhirnya berhasil. Bunda pernah menyempatkan diri hadir disela-sela kesibukannya untuk melihat aku meraih penghargaan sebagai siswa teladan tingkat SMA dikotaku. Aku sangat senang, kebahagiaan yang begitu besar kurasakan saat itu. Tapi hanya itu saja ternyata. Karena sampai saat aku akan diwisuda mereka pun tidak dapat hadir menemaniku. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak mengikuti upacara kelulusanku bersama teman-temanku. Orang bilang anak tunggal itu dimanja dan disayang, aku memang dimanja dan disayang tapi dengan limpahan materi. Dan bukan itu yang aku butuhkan. Kecewa? Yah, pastinya…kekecewaan yang teramat sangat. Tapi aku tidak dapat membahasakannya terhadap kedua orang tuaku. Aku sangat takut takut melukai perasaan mereka. Sampai saat inipun kau masih berusaha untuk meraih cinta mereka lagi kepadaku.
Karena aku adalah lulusan dari Fakultas Farmasi, maka aku memutuskan untuk mengambil profesi apoteker lagi dan setelah lulus aku diberi modal untuk membuat Apotek yang aku kelola sendiri sambil aku melanjutkan S2 untuk jurusan yang sama. Aku bahagia ayah dan bunda masih perduli padaku, mereka menyetujui rencanaku, satu kesyukuranku adalah mereka selalu mendukung apapun yang membuat aku senang, terlebih lagi itu akan berdampak baik untukku. Tapi tetap saja aku memimpikan liburan bersama dengan mereka. Aku hanya dapat bertemu dengan mereka sekali sebulan saja saat weekend diminggu terakhir.
Kesibukan baruku akhirnya sedikit mengikis kesepianku dan kesedihan yang kurasakan. Kadang aku menghabiskan waktu dengan mengadakan penelitian-penelitian untuk penulisan thesisku dan setelah itu aku mengunjungi apotek yang bunda amanahkan ke aku. Tidak ada waktu untuk menganggur dan memikirkan kesedihanku lagi. Walaupun begitu masih aku menjaga komunikasiku dengan sahabat-sahabat aku dan tentunya kedua orang tuaku. Aku tidak ingin sahabat-sahabatku  menganggapku mengabaikan mereka, dan akupun tidak ingin kedua orang tuaku beranggapan bahwa aku kini benar-benar bisa mandiri dan akhirnya mereka benar-benar melepaskanku.
Suatu hari aku sedang berada dilaboratorium kampus tempat aku melanjutkan program magisterku. Aku sedang melakukan uji coba terhadap beberapa penelitian yang sedang aku jalankan sekarang. Tengah asik bercengkrama dengan larutan-larutan yang sudah akrab  denganku sejak aku duduk dibangku SMA itu, tiba-tiba dari arah belakang ada bunyi letusan kecil yang menarik perhatianku, ketika aku mendekati sumber ledakan tiba-tiba saja ‘dwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr……’ larutan yang mengandung asam meledak mengenai beberapa bagian tubuhku, aku tergeletak tidak sadarkan diri. Teman-temanku yang berada dekat dari laboratorium pada saat itu langsung menolongku dan membawaku ke Rumah Sakit terdekat. Aku menjalani perawatan intensif di Ruang Gawat Darurat. Setelah aku sadarkan diri aku mendapati sosok yang sangat aku rindukan berada didekatku.
“bunda…ayah…”
“beibie anak bunda…kenapa bisa begini sayang?” seru ibuku memaggilku dengan nama panggilanku semasa kecil dulu. Kudengar getir suaranya, air mata yang bercucuran.
Rasa sakit akibat kecelakaan tadi terasa ringan melihat kedua orang tuaku berada disini dan memanggilku dengan nama ‘beibi’. Kecelakaan yang kualami ini ternyata menyimpan hikmah yang sangat besar. Ternyata memang harus mengalami kejadian yang ekstrim dulu untuk mendapatkan perhatian mereka. Tapi tetap aku bahagia.
“tidak apa-apa kok bun…” kataku mencoba menghibur bunda.
“luka bakarmu ini harus diobati secepatnya bie” ujar ayah. Aku tersenyum melihat mereka perhatian seperti ini.
“iya yaaah…”
“untung saja tidak mengenai muka beibie…” kali ini bunda mengusap kepalaku lembut sekali. Air mataku jatuh seketika.
“Allah masih sayang sama beibie bun…yah..makanya yang luka hanya lengan dan separuh badan saja.” Aku tersenyum mencoba untuk tegar didepan mereka.
            Sebulan aku menjalani mengobatan dan akhirnya benar-benar pulih, hanya saja luka bakar ini masih sangat membekas. Itu tidak lantas membuatku putus asa, aku terus menjalani pengobatan sampai ketahap operasi kulit nanti, untuk menyamarkan bekas kula pada tubuhku. Semenjak kecelakaan itu bunda dan ayah sangat berubah, mereka memutuskan untuk lebih memperhatikan aku dan aku lebih mudah untuk menemuinya sekarang. Itulah yang menjadi alasan untukku tetap menjalani pengobatan sampai tuntas. Setelah sekian lama aku akhirnya dapat merebut cinta mereka lagi, cinta ayah dan bundaku tercinta. Akhirnya aku memiliki tempat untuk berbagi dan menceritakan banyak hal yang aku temui diluar sana, dan mereka mendengarkannya dengan senang hati.
Tidak henti-hentinya kau mengucap rasa syukur kepada Allah, karena berkah yang luar biasa ini. Dan sebagai rasa syukur karena kesembuhanku, ayah memutuskan untuk kami berangkat umroh bertiga (Subhanallah….), sungguh karunia yang berlimpah yang kurasakan. Kini aku setuju dengan pendapat orang-orang, bahwa ‘aku adalah anak yang paling beruntung terlahir ditengah keluarga kecil yang bahagai’. Terimakasih Ya Allah.

Tidak ada komentar: