Sering kami membicarakan tentang semua hal-hal yang kami
sukai, mulai dari rumah dengan model jaman Belanda, jenis musik jazz sampai
tempat liburan favorit kami sama “museum” dan weekend besok dia ingin saya
menemaninya sabtu besok untuk mengunjungi museum La Galigo yang berada didalam
wilayah For Roterdam, sayapun
menyetujuinya “kebetulan sabtu nanti saya lagi nganggur.”
“seumur-umur
tinggal di Makassar, saya belum pernah loh yan ke Museum La galigo itu,
kalau masuk ke Fort Rotterdamnya sesekali
pernahlah” katanya saat perjalanan
pulang dari kantor. Sesekali dia biasanya menyempatkan waktu untuk menjemputku
di kantor agar kami bisa makan malam bersama dan menikmati obrolan yang seakan
tidak pernah habis, apa saja kami bahas, bahkan sampai cerita misitispun seakan
menarik kami kupas habis. Pertama dia tertarik pada museum la galigo saat saya mengatakan saya pernah kesana dan
koleksinya lumayan beragam tidak terpatok dengan satu tema seperti museum pada
umumnya.
Di museum itu memang koleksinya tidaklah terlalu banyak
disbanding museum-museum besar lainnya, tapi karena tema koleksi yang
dipamerkan beragam yang membuat orang jadi tidak bosan. Mulai dari ruang masuk
kita langsung disambut dengan ruang yang memamerkan bahan material dari
bangunan benteng Rotterdam dan
informasi yang lengkap tentang berdirinya Fort
Rotterdam. Masuk di ruangan selanjutnya adalah koleksi arkeologi,
menampilkan gambaran secara umum tentang peradaban manusia pada jaman
purbakala. Masuk kedalam ruangan tengah adalah koleksi dari jaman peradaban
Hindu-Budha dan koleksi-koleksinya seperti candi dan beberapa peralatan rumah
tangga yang digunakan pada masa itu. Selanjutnya adalah ruangan yang didalamnya
adalah koleksi uang dari masa ke masa. Ada uang yang masih berbentuk kain,
jenis uang tang, uang ma, mata uang saat jaman kedudukan
Jepang, Belanda, dan saat pertama kali Indonesia mencetak mata uangnya di Bank
Indonesia. Di lantai dua adalah koleksi raja-raja Gowa, Bone dan Luwu, mulai
dari tempat tidur, jenis tulis lontara,
peralatan perang, alat-alat rumah tangga sampai papan yang bertuliskan silsilah
keluarga kerajaan. Di arah pintu keluar
museum adalah koleksi keramik dari beberapa Negara yang pernah berkuasa di
Indonesia dan juga dari Negara tetangga. Mulai dari Jepang, Belanda, Vietnam,
Thailand, dan Cina. Dan terakhir adalah koleksi senjata dari berbagai daerah
diseluruh nusantara (hanya mewakili beberapa daerah saja), ada parang, badik,
golok, sampai keris.
Dia menjemput saya di rumah tepat pukul sembilan sesuai
dengan waktu janjian kami kemarin. Tampak wajahnya yang sangat ceria dan
bersemangat sekali, tidak sabar ingin sampai museum itu. “tadi pagi sebelum
ketempat yan, saya dari pantai dengan seorang teman. Pulagnya saya mampir ke Rotterdam yan mau Tanya-tanya kapan
bukanya museum di dalam. Ternyata pagi-pagi itu sudah buka, tau begitu kita kan
bisa pagi-pagi kesananya yan. Hehehe” wah semangat juga dia sampai menanyakan jadwal
bukanya pada bapak yang biasa menjaga pintu gerbang masuk ke benteng.
Sampai disana kita berkeliling, tapi sayangnya ada
sedikit kekecewaan, karena ada beberapa koleksi di lantai dua yang sudah tidak
terpajang lagi, mungkin sedang dalam masa perawatan atau apalah namanya. Tapi
tidak menyurutkan semangat kami berdua. Obrolan pun terus mengalir diselingi
candaan-candaan. Sewaktu kita memasuki ruang arkeologi tepatnya di koleksi batu
nisan pada jaman purbakala dia berkata “yan, ini nisan ga ada hantunya kann?”
sambil melirikku “hahaha…mana saya tau, saya kan bukan orang yang bisa
menerawang kakak” masih sambil tertawa kutinggalkan dia menuju ke sudut ruangan
dekat pintu yang memajang kayu dengan ukuran besar yang dulunya berfungsi
sebagai peralatan mayat. Dan dia menyusulku dari belakang “yan, ini kayu kalau
kena air akan semakin kuat bukan?! Seperti material yang dipakai untuk membuat
dermaga pada jaman dulu itu…” saya menimpali lagi dengan usil “untuk ini saya
juga tidak tau apa-apa kakak, saya belum pernah kerja sebagai tukang kayu
soalnya…hahaha” dengan kesal dia berkata “yeeee dasar, bilang aja emang nggak
tau apa-apa…” sedikit sewot tapi langsung tertawa setelahnya. Kami semakin asik
melihat detail demi detail dari koleksi yang ada, udara panas yang mengitari
seluruh ruangan tidak kami perdulikan lagi. Sangat sayang memang ruangan yang
selalu padat oleh pengunjung ini tidak dilengkapi dengan kipas angin. Jadinya
pengunjung yang datang pasti kepanasan.
Kami paling tertarik pada koleksi pada masa kerajaan
Gowa, Bone dan Luwu. Kursi, meja rias dan beberapa perabot dari kayu dengan
ukiran yang indah sangat mengundan perhatian. Sampai dia semakin terinspirasi
untuk mengisi rumah masa depannya dengan perabot yang terbuat dari kayu-kayu
dengan ukiran. Ini juga adalah salah satu kesamaan kami.
Beberapa saat sebelum kami sampai di Benteng Rotterdam tepatnya di jalan perintis
kemerdekaan dia melihat dipinggir jalan ada yang menjual kursi-kursi dari bambu
yang dipoles dengan cat berwarna coklat tua, unik dan sederhana. Ukurannya
minimalis, cocok jika ditaruh dalam ruangan yang tidak terlalu besar. Kami turun
dari mobil dan menanyakan harga kursi itu untuk satu setnya. “1,5 juta pak..”
jawab bapak yang menjual kursi bambu. 10 menit kami tanya-tanya tentang jualan
bapak itu dan dia sudah menyimpan nomor handphone
bapak penjual itu. Kamipun kembali melanjutkan perjalanan. “bagusnya aku
taruh diruang tamu yan, kira-kira harga segitu mahal nggak yan?”
“hemm, minta saja harga segitu berikut dengan ongkos kirimnya kakak, jadi
tidak perlu mengeluarkan duit untuk ongkos kirimnya” sambil tersenyum kecil saya melihat dia yang
salalu bersemangat menceritakan rumah masa depannya.
“iya deh, atau bagusnya saya tanya ke nyokap saya dulu kali yah?” (dasar
anak mami…) sindirku dalam hati. Heheh.
“he’eemm…ide yang bagus juga. Mamanya kakak pasti lebih pengalaman beli
perabotan dari pada kakak.” :D
Pukul 11.45 matahari sudah menunjukkan keperkasaannya, mataku mulai
memicing karena teriknya, dia mengajakku makan siang sebelum mengantarkanku
pulang kerumah. “kita makan diamana yah yan?” ini pertanyaan yang paling sering
dia tanyakan kalau kami sedang jalan bersama. “saya ikut saja deh, kakak mau
makan dimana” dan itu jawaban yang juga paling sering saya berikan kalau otak
ini mulai malas berpikir mencari tempat makan. “mmm, kita makan ditempat yang
rumahnya itu ber-design kuno gimana yan?” sambil melihatku dan menunggu
jawabanku dan bersiap memutar arah “oh di mama resto yah, bolehhh…sudah lama juga kita tidak
pernah kesana kan..?!”
Sesampainya di mama resto dia
menunjukkan tempat makan outdoor “yan
kalau kita makannya diluar nggak apa-apa?” sambil menunjuk beberapa spot makan
yang ditata rapi dengan pohon-pohon rindang disekelilingnya. Entah mengapa dia
tiba-tiba ingin makan diluar ruangan, padahal jika ketempat ini kami pasti
makan didalam ruangan. Seingat saya ini adalah spot favorit dia dan mamanya,
setiap dia mengajak mamanya sarapan ditempat ini, mamanya pasti memilih tempat
ini. “yan silahkan pilih mau duduk dimana, saya masuk dulu untuk memanggil
pelayannya” saya pun mengambil tempat yang sama yang mamanya sering pilih.
“minggu depan kita ke Balla’ Lompoa
yah kalau ada waktu. Yan kan belum pernah kesana, saya juga..hehehe. okeey yan
sampai nanti..” diapun pamit pulang setelah mengantarkan saya pulang.
Selama mengenalnya baru kali ini kami melakukan kegiatan baru yang selama ini
hanya kami perbincangkan “tour museum” biasanya kami hanya berwisata kuliner
atau nonton film, sepertinya ini akan menjadi satu agenda baru lagi untuk kami.
:D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar